HARI LAHIR KOTA AMBON, 25 MARET 1576

( Sebuah fakta sejarah yg digali Dari perpustakaan Rumpius, Salah satu perpus tertua di Ambon )

— Entitas Kota Ambon berawal dari Benteng Nossa Senhora Da Anunciada, yang kelak menjadi Benteng Victoria. Dokumen Portugis dan Gereja Katolik menunjukkan fakta kelahiran kota itu secara akurat pada 25 Maret 1576 berkenaan pesta Gereja: Maria diberi Kabar oleh Malaikat Gabriel tentang Kelahiran Yesus. Itu sebabnya, benteng itu diberi nama sesuai peringatan liturgis itu: Nossa Senhora Da Anunciada. —

TIADA DIPUNGKIRI, kedatangan Portugis pada 1512 telah membuat masyarakat pesisir Teluk Ambon menjadi sekutu Portugis. Ini karena jazirah Hitu yang lebih dulu mengenal Portugis mengusir pendatang baru ini pada 1522. Fakta ini jelas tak berhubungan dengan klik-sosial yang terjadi antara Hitu dan Leitimur yang memang jauh sebelumnya saling bermusuhan. Namun keberpihakan Portugis bagaimanapun membuat Hitu di Utara semakin gusar, yang lalu bersekutu dengan para pendatang menantang Portugis dan Leitimur.

Toh karena Portugis, wilayah Leitimur tumbuh dalam suatu entitas yang sempat dicatat dalam sejarah. Karena Portugis, catatan historis tentang Amboina tidak bisa dikesampingkan tanpa merujuk pada sejarah perjumpaan ini. Ketika Portugis kian bercokol di pesisir Leitimur, masyarakat Amboina secara perlahan muncul membentuk unit sosialnya. Unsur pemersatu mereka ialah “benteng” yang berfungsi sebagai pertahanan maupun pengorganisasian.

Inilah asal mulanya masyarakat Ambon dalam entitas kota. Legitimasi umum ialah bahwa Kota Ambon berawal dari masyarakat yang ada di sekitar benteng Portugis. Momen historis ini lalu dikenang sebagai hari jadinya Kota Ambon. Sejumlah literatur telah menulis hari bersejarah itu secara berbeda. Beberapa buku menyebut tanggal kelahiran itu 23 Maret 1575. Pengakuan umum masyarakat tahun 1972 bahkan melegitimasinya 7 September 1575.

Tahun 1972, pembahasan pernah muncul dalam forum akademis Universitas Pattimura, November 1972, yang menghadirkan ratusan tokoh akademis, pemerintah dan intelektual guna menelusuri hari bersejarah ini. Forum ini akhirnya menetapkan 7 September 1575 sebagai hari jadi Kota Ambon yang dikenal sebagai “Benteng Kota Laha”. Alasan penetapan dikaitkan dengan perjuangan Kota Ambon untuk kemandirian Dewan Kota (Gemeenteraad) terhadap dominasi Belanda. Upaya perjuangan ini ditandai dengan lahirnya SK Gubernur General 7 September 1921 yang mengartikulasikan kemandirian kota. Dari sini, tanggal 7 September ditetapkan sebagai hari berdirinya Kota Ambon.

Alasan administratif ini toh tidak menutup kemungkinan bukti-bukti historis yang valid tentang hari bersejarah Ambon. Pembuktian historis ini telah mendorong kaum intelektual Yesuit menekuni arsip-arsip lama Portugis. Upaya ini tak terduga memberi titik terang, ketika mereka menemukan surat Kapten Estevão Teixeira de Macedo tertanggal 2 Juni 1601 perihal berdirinya kota yang juga disebut Cidade de Amboino (= Kota Amboina). De Macedo adalah Kapten Nossa Senhora da Anunciada sebelum kapten terakhir Gaspar de Melo yang menyerahkan benteng ini kepada Belanda tahun 1605. Dalam surat yang tersimpan di Saville (Spanyol) itu, de Macedo menulis bahwa entitas awal Kota Amboina adalah 25 Maret 1576 ketika batu pertama Nossa Senhora da Anunciada diletakkan di tepi teluk bernama Honipopo (perapian tersembunyi).

De Macedo menambahkan, bahwa peletakan batu pertama benteng ini dilaksanakan oleh Kapten Sancho de Vasconcelos. Ia merupakan fungsionaris terlama (1572-1591) dalam sejarah penempatan tugas misi Portugis di Maluku. Menurut Marcedo, Vasconcelos membangun benteng Da Anunciada, karena benteng sebelumnya di Batumerah hancur dibakar. Benteng Da Anunciada yang belum sepenuhnya selesai ini toh terpaksa ditempati sejak Juli 1576, karena terdesak kegoncangan politis menyusul pembunuhan Raja Hairun di Ternate oleh Portugis tahun 1570, dan pengusiran Portugis besar-besaran oleh Raja Baabullah tahun 1575.

Data historis De Macedo ini ditemukan pada April 1928 dalam dokumen Tratado de las yslas de los Malucos (Traktat Pulau-pulau Maluco) yang tersimpan di pusat dokumen Archivo General de Indias (AGI) dalam bundel kearsipan berkode Filip. 18, ramo 2, no. 46, tahun 1601. AGI menyimpan arsip-arsip paling dilindungi di Kota Seville, Spanyol (Schurhammer, 1970). Saville adalah ibukota wilayah otonomi Andalucia yang merupakan kota terbesar keempat Spanyol. Arsip-arsip kuno era Portugis banyak ditemukan di AGI di wilayah Spanyol. Dapat dipahami, karena dalam kurun waktu 1580-1640 di era jayanya benteng Da Anunciada, Portugis dan Spanyol pernah menjadi satu negara di bawah seorang kepala, yakni Raja Philips III.

Nama “Da Anunciada”
Bukan tanpa alasan Portugis memilih 25 Maret untuk pembangunan Benteng Anunciada. Dalam Antropologi negeri yang berabad-abad tunduk pada Kepausan Roma, maka filsafat sosial Portugis tak bisa dilepaskan dari spritualitas Kekatolikan. Antropologi populer menyatu dalam filsafat sosial ini: “Jika bukan Tuhan yang membangun rumah sia-sialah orang membangunnya!” Keyakinan antropologis ini nyata dalam praktik kaum Portugis yang menyelaraskan pembangunan pada perayaan-perayaan keagamaan (H. Jacobs 1974; 1980).

Dalam penanggalan liturgi Katolik, 25 Maret merupakan Pesta Bunda Maria Diberi Kabar oleh Malaikat Gabriel tentang kelahiran Yesus. Kaum Katolik di belahan dunia mana pun akan merayakan pesta 25 Maret sebagai Hari Anunciada (Announcement, Ing.). Bukan hari “Kenaikan” seperti diberitakan banyak buku dan koran! Momen Anunciada (= pemberitaan kabar) inilah yang dipilih kaum Portugis untuk menandai berdirinya benteng masyhurnya dengan nama Nossa Senhora da Anunciada. Senhora berarti nyonya, siti, ratu atau bunda. Anunciada artinya ‘Kabar yang Diberitakan’, sedangkan Nossa merujuk pada kepemilikan kata ganti orang: “milik kita”. Ia lalu berarti “Benteng Siti (Bunda) Kita yang Diwartakan Kabar Gembira.” Dalam penanggalan liturgis Katolik, 25 Maret tertulis Perayaan Maria Diberi Kabar (Anunciada Day).

Dasar antropologis ini nampak dalam pembangunan benteng-benteng di Maluku. Benteng João Bautista (St. John) dibangun tahun 1522 di Ternate dengan memilih hari perayaan St. Johanes Pembaptis yang jatuh pada 24 Juni. Oleh Panglima Ternate António de Britto, benteng ini disebut Nossa Senhora del Rosario (Benteng Ratu Rosario), yang kelak menjadi Benteng São Paolo. Portugis mendirikan juga benteng Dos Reis Magos (Tiga Raja/Majus Bijaksana) di Tidore pada 6 Januari 1576 mengikuti perayaan liturgis “Tiga Raja dari Timur Mengunjungi Bayi Yesus di Betlehem.” Pesta ini jatuh pada 6 Januari. Karenanya, dapat dipahami bahwa Portugis menempatkan hari berdirinya Nossa Senhora da Anunciada pada 25 Maret (1576) sebagai Anunciada Day (H. Jacobs, 1974).

Dengan dasar antropologi ini, maka Kota Ambon tahun ini merayakan hari jadi ke-436 pada 25 Maret 2012. Secara internal Katolik, sebagaimana dirintis Uskup Emeritus Amboina Mgr. Andreas Sol MSC, Umat Katolik menjadikan 25 Maret sebagai hari doa bagi Kota Ambon. Dengan merujuk makna Da Anunciada, Uskup Sol memandang tiada alasan untuk tidak menempatkan Bunda Maria sebagai pelindung Kota Ambon (di lingkup Katolik). Itu alasannya bahwa pemimpin paroki Gereja Bintang Laut di Benteng Soakacindan, Pastor Yoppy Sumakud MSC bersama panitia pembangunan, meletakkan arca Bunda Maria di puncak Gereja. Acara pentahtahan patung Maria itu dilaksanakan secara meriah dengan prosesi arca dari Gereja Katedral St. Fransiskus Xaverius menuju Gereja MBL Soakacindan pada 9 Oktober 2005. Simbolisasi ini merujuk pada spiritualitas perlindungan Bunda Maria atas kota Ambon.

Entitas Kota
Menarik, bahwa bentuk administratif kota telah tersusun sejak tahun-tahun pertama benteng ini. Meski berupa benteng, ia toh memiliki struktur administratif sebuah kota. Regulasi kota yang dipakai disebut Despezas da Fortaleza de Amboino yang merujuk pada Livro das Cidades (Kitab Hukum-hukum Kota). Kitab kota ini mengatur kedudukan pemangku dewan kota lengkap dengan badan legislatif, yudikatif, eksekutif, serta badan militer, yang seluruhnya tunduk pada Kapten. Belanda yang mengambil-alih benteng ini tahun 1605 mengatakan bahwa manajemen kota Portugis ini sangat rapih. Setiap desa dan pulau memiliki standar perahu perang (kora-kora) dengan jumlah tentara yang ditentukan sesuai medan. Setiap desa memiliki waktu kerja (harian, mingguan, bulanan) untuk memperkuat benteng. Despezas ini juga menetapkan manajemen Rumah Sakit Misericordia di bawah subsidi dan sistem penggajian yang jelas.

Benteng Da Anunciada ini tidak saja merupakan pusat pemerintahan Portugis, tapi juga pusat paroki karena di dalamnya terdapat sebuah Gereja induk. Menurut Rumphius, rumah ibadah itu bernama Gereja St. Paulus. Gereja ini secara penuh dilayani oleh seorang imam praja utusan Uskup Malaka, yang juga bertugas melayani seluruh wilayah Maluku.

Di luar benteng terdapat juga tiga buah Gereja yang dilayani kaum Yesuit. Yang terdekat di sebelah Tenggara benteng terdapat Gereja Misericordia (= Belas kasihan) yang juga memiliki sebuah rumah sakit bagi seluruh jazirah Leitimur. Seluruh bangunan ini, yang didirikan 1579 oleh Panglima Vasconcelos, mendapat dukungan dana kaum Yesuit. Dua Gereja lainnya merupakan Gereja kaum pribumi, terutama yang berasal dari Hatiwi dan Halong, yakni Gereja St. Jakobus (Santiago) dan Gereja St. Thomas. Tidak ditemukan laporan rinci tentang letak kedua, namun terdapat laporan tentang jumlah umat di kedua Gereja itu, yakni 1.600 jiwa dan 2.200 jiwa (Dok. João Rebelo, 27 April 1593). Keduanya dibangun atas jasa Superior Misi Yesuit di Maluku, Bernardino Ferrari, pada 1581 (Doc. Bernardino Ferrari, 12 Mei 1581).

Menurut data, ketika benteng ini berdiri dan menandai lahirnya Kota Ambon, seluruh kawasan ini dihuni oleh orang-orang Katolik. Mereka mengelilingi benteng guna membentuk kekuatan bersama Portugis, karena khawatir mendapat serangan kaum Hitu. Secara historis tak dipungkiri, bahwa Cidade de Amboino (= Kota Amboina) telah lahir dan tumbuh dari sebuah komunitas kecil orang-orang Katolik. Pasca tahun 1590-an, kekuatan Portugis kian menurun karena tantangan dari Kesultanan Ternate di bawah Baabullah. Tahun 1591 dan 1593, benteng ini berkali-kali diserang pasukan Ternate dan Hitu bersama sekutunya dari Jawa, Makassar dan Banda. Tahun 1600 datang pula armada-armada Belanda di bawah Steven van der Haghen yang ikut diboncengi kaum Hitu. Pada perang ini, kaum Leitimur menunjukkan perlawanan gigih membela Benteng Da Anunciada Portugis. Atas kegagahan ini, Portugis tahun 1600 menganugerahi gelar istimewa kota ini: Cidade de Amboino (= Kota Amboina). Pada 1605, benteng itu akhirnya jatuh ke tangan Belanda, yang kemudian menyebutnya: Benteng Victoria. ***

Sumber :
Frits Pangemanan-Penulis pada perpustakaan Rumpius Ambon.