PERAN ROH KUDUS DALAM KOTBAH ST. PAULUS DI AEROPAGUS (Sebuah langkah menuju usaha berteologi secara kontekstual)

DAILY WORDS, RABU, 25 MEI 2022
PEKAN PASKAH VI
BY RP. PIUS LAWE, SVD

BACAAN I : KIS 17: 15.22 -18:1
MAZMUR : MZM 148:1-2.11-12b.12c-14a.
14bcd
INJIL : YOH 16: 12-15

Mohon maaf, refleksi hari ini kesannya terlalu teoritis – semoga ada manfaatnya๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

@ Menyebarkan Injil di wilayah Yunani sama dengan mendobrak satu kebudayaan yang sudah tua dan mapan. Masuk dalam medan sesulit ini bukanlah satu hal yang mudah untuk meyakinkan masyarakat yang sudah terbiasa dengan hidup dalam debat filsafat dan diskusi ilmu pengetahuan. Kekuatan landasan filsafat kuno dan kekuatan atmosfer diskusi dalam tataran kaum intelektual telah menjadikan Yunani dan khususnya kota Athena sebagai pusat para kaum intelektual menimba segala macam ilmu pengetahuan. Tidak heran, dua kerajaan yang secara geografis dan politis berekspansi di wilayah ini, yaitu Romawi dan Macedonia, hanya dapat menguasainya secara politis tetapi secara kultural, Romawi dan Macedonia justru terpengaruh atau dirembesi kerangka budaya Yunani. Dalam kaitan dengan hegemoni budaya Yunani Kuno yang luar biasa ini, Kotbah Paulus di Aeropagus Athena telah menunjukkan karya Roh Kudus yang luar biasa. Mengapa?

@ Ya, Paulus, di dalam kuasa Roh Kudus, dapat melihat celah yang tepat untuk masuk secara filosofis, teologis & religius, dan mengubah pola pikir/pandangan mereka secara radikal. Celah itu adalah bahwa secara tidak sadar, orang Yunani yang percaya akan dewa-dewa dengan patung-patung berhalanya, memiliki satu mezbah yang bertuliskan KEPADA ALLAH YANG TIDAK MEREKA KENAL. Maksud orang Yunani membuat altar bagi dewa yang tidak dikenal supaya ketika dewa itu melihat kota mereka, dewa tersebut tahu bahwa ada respek atau penghargaan baginya dan bersedia memberikan berkat bagi kota itu. Celah inilah yang digunakan Paulus untuk masuk dalam sebuah ajaran yang baru tentang Allah. Dalam kenyataannya, orang Yunani selalu merasa ada sesuatu yang “kurang” meskipun mereka menyembah dewa-dewa. Kurangnya ada pada KEPADA ALLAH YANG MEREKA TIDAK KENAL. Dari sudut pandang inilah, Paulus masuk dengan pernyataan bahwa orang Yunani dalam disposisi: MENGENAL & sekaligus TIDAK MENGENAL ALLAH. Ini suatu keanehan/keganjilan. Paulus menegaskan bahwa dengan cara penyembahan seperti ini SELALU ADA HAL YANG KURANG. Masakan ada dewa yang tidak dikenal? Paulus meyakinkan mereka bahwa “apa yang kurang” itu akan selalu mengontrol mereka. Secara tidak sadar, orang Yunani mengakui Allah yang tidak mereka kenal. Mereka telah salah dalam cara menyembah atau memperlakukan Dia. Mereka “mengenal” Dia secara anonim karena di tengah kepercayaan akan begitu banyak ilah-ilah-nya, orang Athena tetap merasa “kurang” dan tetap merasa bahwa ada Allah yang tidak sama dengan ilah-ilah mereka. Paulus masuk dengan dalih ini: orang-orang Yunani/Athena telah menolak atau mengabaikan Allah lewat mengakui kehadiran ilah-ilah (keadaan berdosa) tetapi mereka tidak bisa memungkiri kalau mereka hidup dibawah penyelenggaraan-Nya;Allah menyiapkan segalanya termasuk makan dan minum bagi mereka. Allah inilah yang menciptakan segala sesuatu. Paulus mengajarkan bahwa Allah yang meciptakan segala-galanya, Dia berbeda dengan ilah-ilah. Allah menciptakan “keberadaan” semetara dewa-dewi Yunani ada di dalam “keberadaan”. Di luar Allah, tidak ada apa pun kecuali Dia menciptakannya. Tuhan Allah, Dialah yang memberi kecukupan bagi manusia, bukan sebaliknya manusia yang memberi kecukupan pada Tuhan. Allah tidak perlu diberi makan. Di mana-mana, dewa-dewa diberi makan. Dalam mitos Yunani, setap dewa mempunyai area kekuasaan, sebaliknya, Allah berkuasa atas segalanya.

@ Dari paparan di atas, saya berkeyakinan bahwa Roh Kudus-Roh Kebenaran telah memampukan Paulus untuk masuk dalam budaya dan keyakinan Yunani, mencari celah yang jitu untuk membawa ke dalam dan lewat alam pemikiran orang-orang Yunani, gambaran Allah yang satu, yang meciptakan alam semesta dan segala isinya. Inilah sebuah cara berteologi yang genius. Hemat saya, kita pun, di dalam Roh Kudus, dapat membahasakan secara kontekstual, teologi kristen yang sangat “western” atau kebarat-baratan. Jika saya belum mulai masuk ke dalam “rasa/taste local” untuk membahasakan tentang ALLAH, mungkin umat akan tetap merasa “asing” akan Allah yang diimani. Kita mungkin dapat belajar dari Paulus dan dari para misonaris pendahulu yang telah mulai dengan langkah-langkah yang sederhana (lewat musik yang bermotive local bernuansa religius dan bahkan berbahasa lokal). Di Indonesia, kita perlu berbangga karena banyak suku sudah sejak dahulu, membawakan ibadah dalam bahasa lokal, menyanyikan lagu dan tarian bermotive local). Mari kita berdoa bersama agar usaha inkulturasi dalam berbagai cara tetap kita galakkan dalam terang Roh Kudus. Kita belajar dari karya Roh Kudus yang menyatakan kebenaran secara genius lewat kotbah Paulus di Aeropagus.

@Mari kita membuka hati terhadap karya Roh Kudus agar Allah dapat kita puji dan sembah dan dapat kita imani dalam cara yang akrab dengan adat dan kebudayaan kita tanpa keluar dari prinsip-prinsip kebenaran kristiani. Swmoga dwmikian, Tuhan memberkati. Have a blessed Wednesday filled with love and compassion. My warm greetings to you all from Masohi maniseโ€ฆ.. ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™